Minggu, 10 Desember 2017

Tradisi "Nyiraman" Serpong

Oleh : WSTD

M
istik, angker dan berpenghuni, kurang lebih hal-hal tersebut lah yang muncul saat mendengar kata “benda keramat”. Benda keramat sering diartikan dengan barang kuno peninggalaan leluhur atau tokoh yang dikenal semasanya. Benda keramat itu sendiri bisa berbentuk barang seperti batu, benda pusaka pakaian atau yang lainnya.

Keramat diartikan dalam KBBI sendiri yaitu suci, dapat mengadakan sesuatu di luar kemampuan manusia biasa karena ketakwaannya kepada Tuhan. Selain itu KBBI mengatakan keramat adalah sesuatu yang bertuah dan dapat memberikan efek magis dan psikologis kepada pihak lain.

Kali ini WSTD akan mengulas sedikit tentang benda keramat itu sendiri. Mengapa benda keramat tersebut dibahas oleh WSTD?Tentunya karena terdapat sangkut paut dengan sejarah Serpong atau berlokasi di Serpong dan sekitarnya.

Bagi warga Serpong dan sekitarnya pasti sudah tidak asing mendengar kata Keramat Tajug. Pada dasarnya tempat ini adalah lokasi pemakaman yang terletak di wilayah Serpong, tepatnya di Desa Cilenggang, berada persis pada sisi Jalan Raya Serpong. Namun kali ini WSTD tidak membahas mengenai lokasi tersebut, melainkan aktifitas yang bersangkutan dengan benda keramat.

Setiap malam 13 Maulid di Kramat Tajug terdapat aktifitas tahunan yaitu memandikan benda-benda pusaka. Orang sekitar menyebut aktifitas ini dengan “Nyiraman”. Kegiatan ini bertujuan untuk melestarikan benda-benda pusaka yang dikeramatkan warga sekitar. Benda tersebut diantara lain Tombak, Pedang, Pisau, Golok dan Keris.

Tubagus Sos Rendra (56) seorang tokoh sejarawan setempat menambahkan “Hal ini sudah dilakukan sejak dulu yang bertujuan untuk merawat benda peninggalan leluhur agar benda pusaka tetap terjaga. Proses Nyiraman itu sendiri dilakukan dengan cara membersihkan benda-benda tersebut dengan air kelapa, jeruk nipis dan kembang tujuh rupa.”

Penulis berbagai macam buku sejarah ini pula menyebutkan bahwa acara Nyiraman dulunya hanya diikuti oleh keturunan keluarga Tb. Atief, namun sejak tahun 2000 kegiatan ini dibuka untuk umum dan selalu ramai menarik warga sekitar untuk sekedar melihat atau mengiringi langsung proses Nyiraman. Kegiatan ini seolah menjadi budaya dan rutinitas tahunan yang hingga saat ini terus terjaga oleh warga Serpong dan sekitarnya.


Beberapa Benda Pusaka tersebut merupakan peninggalan Raja Sultan Ageng Tirtayasa. Pangeran yang bergelar Sultan Banten ke enam ini sengaja mewariskan benda-benda tersebut dengan maksud agar budaya dan cerita kerajaan tidak hilang tergerus oleh zaman. Tujuannya terbilang berhasil mengingat budaya Nyiraman masih terus dipertahankan hingga saat ini dan menjadi sebuah tradisi.

Selasa, 18 Juli 2017

"Kopi Polos Aseng" Khas Serpong


Siapa yang tidak mengenal dengan minuman yang satu ini?Dari sebuah biji yang diolah dan dihidangkan untuk menjadi konsumsi sehari-hari bahkan hidangan istimewa untuk para tamu. Tidak hanya orang tua, pria maupun wanita, kopi saat ini sudah menjelma menajadi minuman untuk segala kalangan. Dari citra minuman orang tua menjadi minuman kalangan anak-anak muda, kini kopi semakin luas mendunia.
Setiap penjuru bumi memiliki khasnya masing-masing dalam menyajikan dan mengolah si biji hitam beraroma khasi ini. Macam dan ragamnya pun tidak sedikit, namun kopi dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu kopi arabica dan kopi robusta. Kedua jenis kopi ini lah yang mengkategorikan kopi di dunia.
Cukup luas jika saat ini kita membahas sejarah kopi karena memang sejarah biji kopi memiliki alur yang cukup panjang. Pada tulisan kali ini akan merujuk pada kopi yang berada di salah satu kawasan Tangerang Selatan, yaitu Serpong. Mengapa kopi ini wajib dibahas karena tidak lain memiliki khas yang kuat dengan wilayah Serpong.
Bagi warga Serpong yang biasa menikmati kopi pagi hari atau bahkan diwaktu-waktu lain pasti sudah tidak asing dengan kopi yang satu ini. Eksistensinya dan rasa khasnya lah yang membuat kopi ini cukup dikenal dikalangan warga Serpong dan sekitarnya. Maka dari itu kopi ini layak untuk dibahas dan menjadi materi di Wajah Serpong Tempo Doeloe.
Kopi Aseng, begitulah orang-orang mengenalnya. Dimulai dengan ikut berdagang sembako bersama kedua orang tuanya di Pasar Serpong pada tahun 1979, Aseng sang pemilik kopi bubuk olahan tersebut memberanikan diri membuka usaha olahan kopin sendiri pada tahun 1983. Dengan bermodalkan alat giling kopi yang dimiliki oleh orang tuanya, Aseng memulai usaha tersebut.
Sejak awal berdirinya Aseng melabeli kopi olahannya dengan nama “Kopi Polos”, nama ini lah yang hingga saat ini masih menjadi nama tokonya di Pasar Serpong, namun orang-orang lebih mengenalnya dengan Kopi Aseng. Karena eksistensinya menjual kopi hingga saat ini di Serpong membuat Kopi Aseng dikenal dengan kopi khas warga Serpong.
“Oh udah lama banget, dari saya masih muda sampe sekarang juga saya selalu rutin stock kopi ini dirumah buat diminum sehari hari” papar Atma (80), konsumen Kopi Aseng sejak bertahun-tahun. “wanginya sama rasanya beda sama kopi-kopi lain yang udah saya cobain, lebih wangi dan sedap” tambahnya.
Di kedai kopi olahan miliknya terdapat dua jenis macam kopi bubuk yaitu arabica dan robusta. Kedua jenis kopi ini diolah dari biji kopi asal Lampung yang memang sudah terkenal kualitasnya di Indonesia. Harga Kopi Aseng cukup beragam dari mulai Rp. 35.000 – Rp. 100.000, tegantung dengan jenis kopi dan kualitas yang dihasilkan.
Jika ingin mencicipi kopi olahan ini para pecinta kopi bisa datang langsung ke lantai dasar Pasar Serpong, Tangerang Selatan. Toko ini buka dari jam 06.00 wib hingga 17.00 wib. Dengan nama “Kopi Polos Aseng” toko ini selalu bergantian dikunjungi para penikmat-penikmat kopi.


Oleh : Irvan Ramadhan untuk WSTD